PETA KONSEP GLOBAL WARMING
1.PENGERTIAN
DAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL
a.
Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan
global (Global Warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur
global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse
effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida
(CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari
terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan
temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada kisaran 1,5 – 40 oC
pada akhir abad 21. Pemanasan global menimbulkan dampak yang luas dan serius
bagi lingkungan bio- geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air
laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim,
punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dan
sebagainya). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial- ekonomi masyarakat
meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b)
gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan
dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan
produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah
penyakit, dan sebagainya (Anonim, 2007).
Pemanasan
global (Global Warming) adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata
atmosfer, laut dan daratan bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan
bumi telah meningkat 0.18 °C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan
temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar
disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas
manusia melalui efek rumah kaca. Peningkatan temperatur global diperkirakan
akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya muka air laut,
meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan
pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis
hewan (Smart Click, 2011).
Jadi,
pemanasan global adalah merupakan meningkatnya temperatur di planet bumi secara
global, meliputi peningkatan temperatur atmosfir, temperatur laut dan
temperatur daratan bumi yang menimbulkan dampak secara langsung maupun tidak
langsung terhadap masa depan bumi termasuk manusia dan makhluk hidup lain.
Dampak yang ditimbulkan cenderung mengancam eksistensi bumi, dan kelangsungan
hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Banyak orang
termasuk para ahli yang mensinyalir atau menuding bahwa penyebab kenaikan
temperatrur bumi adalah aktivitas-aktivitas manusia yang memicu dan mendorong
timbulnya gas efek rumah kaca. Berbagai aktivitas manusia yang memicu
peningkatan gas efek rumah kaca antara lain kegiatan industri,kendaraan
bermotor, kegiatan peternakan dan rumah tangga. Pemicu atau penyumbang gas efek
rumah tangga yang dominan adalah kegiatan industri (dan pabrik-pabrik),
kendaraan bermotor, dan perambahan hutan yang berlangsung secara terus-menerus.
1. Fenomena Pemanasan Global
Secara
alamiah, salah satu fenomena yang dirasakan sebagian besar umat manusia di
seluruh dunia adalah perubahan temperatur yang cenderung meningkat. Temperatur
udara terasa lebih panas dari tahun-tahun sebelumnya. Dimana-mana orang-orang
membicarakan perubahan temperatur di permukaan bumi yang cenderung meningkat,
baik di kalangan orang-orang terdidik maupun di kalangan orang awam. Senyatanya
mereka membicarakan apa yang mereka rasakan.
Berdasarkan
kondisi yang dirasakan secara makro oleh masyarakat, para ahli-pun tidak
tinggal diam. Mereka selama beberapa dekade terakhir ini melakukan penelitian
secara ilmiah.
Mereka
memperoleh fakta bahwa semakin meningkatnya temperatur di permukaan bumi
ternyata berkaitan dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktifitas
manusia. Beberapa jenis gas rumah kaca merupakan penyebab meningkatnya
temperatur di planet bumi yang berasal dari aktivitas manusia sendiri. Artinya,
aktivitas manusia merupakan kontributor terbesar bagi terbentuknya gas-gas
rumah kaca, seperti pembakaran pada kendaraan bermotor/industri
(pabrik-pabrik), dan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar
fosil (bahan bakar minyak, batu bara dan sebagainya).
Berbagai
fenomena yang muncul terkait dengan pemanasan global antara lain sebagaimana
yang dikemukakan oleh Merry
Magdalena
(2011), sebagai berikut :
(1).
Kebakaran hutan besar-besaran, bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di
Amerika Serikat, Rusia, Australia dan sebagainya juga mengalami kebakaran
hebat. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang
kian panas. area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar;
(2). Situs
purbakala cepat rusak. Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs
bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa
waktu silam, disebabkan banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut. Situs
bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, mengalami kerusakan akibat
banjir, besar;
(3). Satelit
bergerak lebih cepat. Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat panas,
bahkan berimbas ke ruang angkasa. Udara di bagian terluar atmosfer sangat
tipis, tapi dengan jumlah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di
atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan
mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka
atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat;
(4). Hanya
yang terkuat yang akan bertahan. Akibat musim yang kian tak menentu, maka hanya
mahluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga
lebih cepat, maka migrasi sejumlah hewan akan terjadi lebih cepat. Mereka yang
bergerak lambat akan kehilangan makanan, dan mereka yang lebih tangkas akan
dapat bertahan hidup;
(5).
Pelelehan besar-besaran. Temperatur planet yang memicu pelelehan gunung es, dan
semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Imbas dari ketidakstabilan ini
pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan;
(6).
Mekarnya tumbuhan di Kutub Utara. Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem
pada tanaman dan hewan di dataran yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang
sama dengan saat matahari terbenam pada biota Kutub Utara. Tanaman kutub yang
dulu terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan
terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar
dibanding dengan tanah di era purba;
(7). Habitat
makhluk hidup pindah ke dataran lebih tinggi. Ilmuwan menemukan bahwa pemanasan
global menyebabkan hewan- hewan kutub pindah ke dataran lebih tinggi. Hal ini
mengancam habitat beruang kutub, karena es tempat dimana mereka tinggal juga
mencair, tentu akan melakukan perpindahan habitat.
IPCC
melaporakn penelitiannya bahwa 0,15 – 0,3o C. Jika peningkatan temperatur itu
terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 lapisan es di kutub-kutub bumi
akan habis meleleh, dan tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar. Udara
akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. Hasil studi yang
dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut
Teknologi Bandung (2007) ditemukan bahwa permukaan air laut Teluk Jakarta
meningkat setinggi 0,8 cm. Jika temperatur bumi terus meningkat, maka
diperkirakan, pada tahun 2050 daerah- daerah di Jakarta (seperti : Kosambi,
Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan
Tarumajaya) akan terendam semuanya (Anonim, 2007a).
Kenaikan
muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a)
meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan
meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman
terhadap kegiatan sosial- ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas
daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil. Lebih lanjut Anonim (2007)
mengemukakan :
- Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat.
- Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menjadi 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993) telah terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Jika keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan, maka abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya.
- Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha.
1. Fenomena Perubahan Iklim
Para
peneliti dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (Potsdam-Institut
für Klimafolgenforschung/PIK) di Jerman menyatakan bahwa musim dingin ekstrem
yang terjadi berturut- turut di benua Eropa dalam 10 tahun belakangan ini
adalah akibat mencairnya lapisan es di kawasan Artik, dekat Kutub Utara sebagai
akibat pemanasan global. Hilangnya lapisan es membuat permukaan laut di
Samudera Artik langsung terkena sinar matahari. Energi panas matahari, yang
biasanya dipantulkan lagi ke luar angkasa oleh lapisan es berwarna putih, kini
terserap oleh permukaan laut, membuat laut di kawasan kutub memanas dan
mengubah pola aliran udara di atmosfer. Dalam model komputer, yang dibuat PIK
dan dimuat di Journal of Geophysical Research awal bulan Desember
2010,
memperlihatkan kenaikan temperature udara di lautan Artik menimbulkan sistem
tekanan tinggi. Sistem tekanan tinggi inilah yang membawa udara dingin kutub ke
daratan Eropa. Anomali iklim tersebut mengakibatkan gangguan transportasi
hingga Rabu (22/12/2010), pada saat jutaan warga Eropa bersiap mudik untuk
merayakan Natal di kampung halaman. Vladimir Petoukhov menyatakan bahwa Anomali
ini bisa melipat tigakan probabilitas terjadinya musim dingin yang ekstrem di
Eropa dan Asia Utara. Efek aliran udara dingin dari kutub utara itu akan makin
parah saat terjadi gangguan pada arus udara panas yang melintasi Samudra
Atlantik dan perubahan aktivitas matahari. Para pakar cuaca mengatakan, saat
ini arus udara hangat dari pantai timur AS (Gulf Stream) terhalang dan berbelok
arah di tengah-tengah Atlantik. Hal ini membuat aliran udara dingin dari Artik
dan Eropa Timur tak terbendung masuk ke Eropa Barat. Saat arus dingin ini
melintasi Laut Utara dan Laut Irlandia, uap air dari laut tersebut diubah
menjadi salju dalam skala sangat besar dan menyebabkan badai salju parah di
negara-negara Eropa Barat (Tri Wahono, 2010).
Perubahan
iklim yang terjadi telah merubah pola musim panas menjadi semakin panjang,
semakin panas dan kering. Sejak tahun 2004 setidaknya sudah 42 persen es di
kutub utara semakin menipis dan mencair di setiap musim panas. Hal ini
dilaporkan beberapa ilmuwan di lembaga antariksa AS, NASA. Mereka
menggambarkan, secara keseluruhan es Laut Kutub Utara menipis sebanyak 7 inci
(17.78 centimeter) per tahun sejak tahun 2004, sebanyak 2,2 kaki (0,67meter)
selama empat musim dingin. Es Kutub Utara merupakan salah satu faktor yang
menentukan pada pola cuaca dan iklim global, karena perbedaan antara udara dingin
di kedua kutub bumi dan udara hangat di sekitar khatulistiwa menggerakkan arus
udara dan air, termasuk arus yang memancar. Beberapa ilmuwan
Bagi
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan
kecil. Perubahan iklim ini akan berdampak terhadap banyak pulau-pulau kecil
yang sangat mungkin akan hilang dan tenggelam. Indonesia juga akan kehilangan
wilayah- wilayah pesisir dan kota-kota yang berada di wilayah pesisir pada
pulau-pulau besar. Secara logis kondisi tersebut akan berdampak terhadap
semakin mengecilnya luas wilayah. Jika wailayah pesisir dan pulau-pulau kecil
berpenghuni menghilang, maka mau tidak mau penduduknya harus berpindah ke
lokasi yang lebih tinggi. Disinyalir pula akan semakin sering terjadi
kekeringan yang dapat mengakibatkan musibah gagal panen dan kebakaran, curah
hujan semakin ekstrim menyebabkan musibah banjir dan longsor, petani/nelayan
akan kehilangan mata pencaharian karena perubahan iklim semakin sulit
diprediksi. Perubahan Iklim semakin kacau, hujan badai angin topan, kekeringan
akan semakin sering terjadi, banyak spesies flora dan fauna akan musnah,
terutama akibat gagal beradaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi.
2. FAKTA DAN REALITAS PEMANASAN GLOBAL
a. Mengapa
Pemanasan Global Terjadi ?
Pemanasan global
merupakan meningkatnya temperatur di planet bumi secara global yang menimbulkan
dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap masa depan bumi termasuk
manusia dan makhluk hidup lain. Peningkatan temperatur bumi tersebut meliputi
temperatur atmosfir, laut dan daratan bumi. Hampir semua para ahli yang
memiliki kepedulian dan perhatian terhadap fenomena peningkatan temperatur bumi
mensinyalir atau menuding bahwa penyebab kenaikan temperatrur bumi tersebut
adalah aktivitas-aktivitas manusia yang mendorong timbulnya gas efek rumah
kaca. Berbagai aktivitas manusia yang memicu peningkatan gas efek rumah kaca
antara lain kegiatan industri, pembakaran pada kendaraan bermotor, kegiatan
peternakan dan lain-lain. Pemicu atau penyumbang gas efek rumah tangga yang
dianggap paling dominan adalah kegiatan industri, pembakaran pada kendaraan
bermotor, dan perambahan dan kebakaran hutan secara terus-menerus.
Selain itu
bencana-bencana kekeringan sering terjadi di berbagai belahan bumi (Anonim,
2009), beberapa efek lainnya sebagai berikut:
Iklim mulai
tidak stabil sehingga sering terjadi ketidakteraturan cuaca dan sering terjadi
badai-badai yang besar. Selain itu bencana-bencana kekeringan sering terjadi di
daerah belahan bumi lainnya.
Perubahan
ekologi. Tumbuhan dan hewan secara langsung akan terpengaruh perubahan iklim,
akibatnya tumbuhan dan hewan akan punah karena tidak bisa beradaptasi. Di satu
sisi populasi hewan dan tumbuhan akan bertambah banyak, misalnya nyamuk akan
cepat berkembang bahkan sampai ke daerah pegunungan jika suhu pegunungan
menjadi hangat.
Dengan
perubahan cuaca akan berakibat secara tidak langsung muncul wabah penyakit,
gagal panen, bencana alam dan sebagainya.
Ilustrasinya
kejadian pemanasan global sebagai efek rumah kaca dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar :
Kejadian Pemanasan Global sebagai
Efek Rumah
Kaca
(Sumber :
Anonim, 2009)
Gambar :
Kejadian Pemanasan Global sebagai
Efek Rumah
Kaca
Data satelit
mengindikasikan bahwa es laut Arktik, gletser, salju musim dingin, dan es
Greenland hanya melontarkan sedikit energi kembali ke luar angkasa sejak 1979
hingga 2008. Itu terlihat dari semakin sedikitnya bayangan cahaya putih di atas
tanah atau air, yang jauh lebih gelap dan menyerap lebih banyak panas. Studi
memperkirakan bahwa es dan salju di belahan bumi utara kini merefleksikan
energi surya sekitar 3,3 watt per meter persegi ke lapisan atmosfer atas,
menurun 0,45 watt per meter persegi sejak akhir 1970-an. “Efek pendinginan
tereduksi, dan ini meningkatkan jumlah energi surya yang diserap bumi,” kata
Mark Flanner, staf pengajar di University of Michigan dan peneliti utama studi.
” Temuan Flanner dan tim ilmuwan Amerika telah dipublikasikan dalam jurnal
Nature Geoscience. “Kesimpulannya adalah bahwa cryosfer, area es dan salju,
sangat sensitif dan juga mendorong perubahan iklim yang jauh lebih kuat
daripada dugaan semula”. Semakin banyak lahan dan air yang terekspos pada sinar
matahari, semakin banyak panas yang terserap dan akhirnya mempercepat
melelehnya salju serta es di sekitarnya. Es laut Arktik, misalnya, menyusut
tajam dalam beberapa dasawarsa terakhir sesuai dengan kecenderungan yang
menurut tim panel Perserikatan Bangsa-Bangsa disebabkan oleh gas rumah kaca
dari pembakaran bahan bakar fosil di pabrik, pembangkit listrik, dan kendaraan
bermotor (Tjandra,2011).
Komentar
Posting Komentar